Minggu, 24 Maret 2013

Renungan Jumat Agung

YESUS DI SALIB
Tidak ada yang lebih membantu
Untuk  melihat hidup itu apa sebenarnya
Daripada realitas kematian.

Kugambarkan aku hadir pada pemakamanku.
Kulihat tubuhku didalam peti …
Kucium bau bunga dan dupa …
Kusaksikan setiap detail upacara pemakamanku.
Mataku sekilas menatap orang yang hadir pada pemakaman.
Sekarang aku mengerti bahwa mereka itu masih akan hidup sedikit waktu saja
Hanya mereka tidak sabar akan hal itu.
Saat itu perhatian mereka tertuju, tidak pada kematian atau pendek umur mereka sendiri,
Melinkan pada saya.

Hari ini penampilanku, penampilan besar terakhir didunia, akhir kali aku akan menjadi pusat perhatian orang.
Kudengar apa yang dikatakan oleh imam tentang diriku dalam khotbahnya …
Dan, sambil mengamati wajah-wajah orang yang berkumpul, aku merasa senang sebab tahu mereka akan kehilangan aku.
Aku meninggalkan kekosongan dalam hati dan hidup teman dan kawanku . . .
Rasanya jadi tawar juga apabila dipikirkan bahwa di antara orang-orang banyak itu ada pula yang senang, aku pergi . . .

Aku ikut berjalan dalam arakan menuju ke pekuburan . . .
Kulihat orang-orangberdiri diam di sekeliling makam, ketika diucapkan doa-doa terakhir  . . .
Kulihta peti turun ke liang kubur kisah terakhir hidupku . . .
Kupikirkan, betapa baik hidup itu, dengan segala pasang surutnya . . .
Waktu-waktu penuh gairah dan sunyi senyap . . .
Adasumbangan jasa, ada rasa kecewa . . .
Aku tetap berdiri disamping makam mengingat peristiwa dalam hidupku, ketika orang-orang pergi pulang, kembali sibuk, dalam impian dan kerepotan.

Setahun lewat dan aku kembali ke bumi, kekosongan-kekosongan sedih yang kutinggalkan berangsur-angsur sudah diisi : kenganku tetap hidup dalam hati para sahabat, namu memikirkan aku jadi berkurang. Sekarang mereka bersantai dalam kelompok- kelompok lain, orang lain menjadi penting dlaam hidup mereka.

SALIB TANDA KEMENANGAN

Dan, memang harus begitu : hidup berjalan terus . . .
Kukunjungi tempat pekerjaanku, bila masih diteruskan, orang lain yang mengerjakan, orang lain yang mengambil keputusan . . . .
Tempat-tempat yang biasa kuda kudatangi setahun  lalu, toko-toko, jalan-jalan, warung, pasar . . . semuanya masih ada.
 Dan, rupanya tidak penting, bahwa aku lewat di lorong-lorong itu, aku masuk toko dan naik oplet. Mereka tidak kehilangan aku. Disana , tidak !

Aku mencari-cari barang-barang kepunyaanku, seperti arloji, pulpenku . . . dan barang milik, yang bernilai perasaan bagiku ; kenang-kenangan, surat-surat,gambar foto.
Dan, meja kursi yang kugunakan, pakaianku, bukuku  . . .

Aku kembali setelah lima puluh tahun hari kematianku dan aku melihat sekitar, apa masih ada orang ingat atau berbicara tentang diriku.
Seratus lewat dan aku kembali lagi. Selain satu dua foto luntur didalam album atau dinding,serta tulisan pada makamku, sedikit saja yang masih kutinggalkan . . . .
Bahkan kenangan sahabat sudah hilang, karena mereka tidak ada lagi.
Tetapi ,aku masih juga mencari-cari bekas, yang mungkin kutinggalkanpku . . .
Aku mencari dalam kuburku dan menemukan segenggam debu dan tulang berserahkan didalam peti.
Kuarahkan mataku pada debu itu dan kuingat kembali hidupku.
Kejayaan … bencana menimpa … ketakutan dan kesukaan. Usaha-usaha, pertentangan, ambisi, impian, cinta, serta penolakan . . .
Itulah yang merupakan pengalaman  hidup setiap orang dan akan kita alami pada saatnya,
Kutipan renungan dari buku Diundang untuk bahagia, karangan Th. Aq.M. Rochadi Widagdo,Pr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar